PEMBELAJARAN IPS SEKOLAH DASAR
Makalah
disusun
untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Dasar Teknologi Informasi dan Komunikasi
semester ganjil
Dosen:
Drs. Waslaludin, M.Pd
Nama : Aida Sundusiyah
NIM : 1003578
Tingkat : 3
Konsentrasi : IPS
JURUSAN PEDAGOGIK (PGSD)
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2012
Puji
dan syukur kepada Sang Pencipta Alam dan Pemegang takdir manusia yang selalu
memberikan taufik, hidayah dan inayah-Nya bagi hamba-Nya dan memberi ilmu
kepada setiap makhluk-Nya. Semoga kita selalu ada dalam lindungan dan
keridhoan-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan pada sang
Penyempurna Akhlak, Penerang kegelapan yakni nabi besar Muhammad SAW, kepada
keluarganya, sahabatnya, dan sampai kepada kita selaku umatnya.
Tujuan
dari penulisan makalah ini tiada lain untuk memberikan pengetahuan kepada calon
guru/guru tentang pentingnya mengetahui pengembangan pendidikan IPS untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, keceerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Penulis ucapkan
terimakasih kepada Bapak Drs. Waslaludin, M.Pd yang telah membimbing
kami dalam kelancaran penyusunan makalah ini, juga semua pihak yang telah
memberikan kontribusinya dalam penyusunan makalah ini baik itu kontribusi
materil maupun non materil.
Selanjutnya penulis berharap semoga
makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca dan dapat dijadikan rujukan dalam
penyusunan makalah maupun penulisan buku selanjutnya, penulis menyadari dalam
penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka dari itu penulis membutuhkan kritik dan saran yang membangun
agar penyusunan makalah yang selanjutnya akan lebih baik lagi.
Bandung, Oktober 2012
Penyusun
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, keceerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU No.20
Tahun 2003 Pasal 1). Pendidikan mengandung pengertian suatu perbuatan yang
disengaja untuk menjadikan manusia memiliki kualitas yang lebih baik. Dari
tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan sebagainya.
Pendidikan IPS pada tingkat sekolah dasar menggunakan pendekatan secara
terpadu / fusi. Hal ini disesuaikan dengan karakteristik tingkat perkembangan
usia siswa SD yang masih pada taraf berfikir abstrak.
Pengembangan pendidikan IPS tidak hanya
diarahkan pada pengembangan kompetensi yang berkaitan dengan aspek intelektual
saja. Keterampilan sosial menjadi salah satu faktor yang dikembangkan
sebagai kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa dalam pendidikan IPS.
Keterampilan mencari, memilih, mengolah dan menggunakan informasi untuk
memberdayakan diri serta keterampilan bekerjasama dengan kelompok yang majemuk
nampaknya merupakan aspek yang sangat penting dimiliki oleh peserta didik yang
kelak akan menjadi warga negara dewasa dan berpartisipasi aktif di era global.
Adapun
permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini ialah sebagai berikut:
1.
Apa
yang dimaksud dengan IPS?
2.
Apa
tujuan dari pembelajaran IPS di SD?
3.
Bagaimana
karakteristik pembelajaran IPS di SD?
4.
Mengapa
kita harus memperhatikan tujuan pembelajaran?
5.
Bagaimana
kriteria pembelajaran yang efektif?
6.
Apa
hakikat pembelajaran?
7.
Standar
Kompetensi dan kompetensi Dasar IPS SD
Adapun tujuan
dari penyususnan makalah ini adalah:
1.
Untuk
mengetahui pengertian pembelajaran IPS.
2.
Untuk
mengetahui tujuan dari pembelajaran IPS.
3.
Mengetahui
karakteritik pembelajaran IPS di SD.
4.
Agar
dapat memahami tujuan pembelajaran.
5.
Dapat
memahami kriteria dan hakikat pembelajaran.
6.
Membantu
pembaca dalam memahami pembelajaran IPS di SD.
7.
Mengetahui
SK-KS SD
Dari beberapa
prosedur pemecahan masalah penyusun dapat memecahkan permasalahan dengan
mengkaji pustaka dan sumber-sumber yang berkenaan dengan masalah.
Adapaun
sistematika uraian dari makalah ini yaitu:
BAB
I pendahuluan yang di dalamnya meliputi Latar Belakang Masalah, Rumusan
Masalah, Tujuan, Prosedur Pemecahan Masalah dan Sistematika uraian.
BAB
II merupakan pembahasan materi yang di dalamnya meliputi Pengertian IPS, Tujuan
dan Karakteristik IPS, Kriteria Pembelajaran yang Efektif, hakikat
pembelajaran, Sumber Pembelajaran IPS yang didalamnya terdapat penjelasan mengenai
media-media yang dipakai dalam pembelajaran IPS.
BAB
II adalah bab terakhir yang merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan.
stilah ilmu pengetahuan sosial (IPS) merupakan
nama mata pelajaran ditingkat sekolah atau nama program studi di perguruan
tinggi yang identik dengan istilah “social studies” dalam kurikulum
persekolahan di negara lain, khususnya di negara-negara barat seperti Australia
dan Amerika Serikat.
Namun pengertian IPS di tingkat persekolahan
itu sendiri mempunyai perbedaan makna khususnya antara IPS di sekolah Dasar
(SD) dengan IPS untuk sekolah menengah pertama (SMP) dan IPS untuk sekolah
menengah atas (SMA). Pengertian IPS di sekolah tersebut ada yang berarti
program pengajaran, ada yang berarti mata pelajaran yang berdiri sendiri, ada
yang berarti gabungan (paduan) dari sejumlah mata pelajaran atau disiplin ilmu.
Perbedaan ini dapat pula diidentifikasi dari pendekatan yang diterapkan pada
masing-masing jenjang persekolahan tersebut.
Pengertian IPS merujuk pada kajian yang
memusatkan perhatiannya pada aktifitas kehidupan manusia. Berbagai dimensi
manusia dalam kehidupan sosialnya merupakan fokus kajian dari IPS. Aktivitas
manusia dilihat dari dimensi waktu yang meliputi masa lalu, sekarang dan masa
depan. Aktivitas manusia yang berkaitan dalam hubungan dan interaksinya dengan
aspek keruangan atau geografis. Aktivitas manusia dalam memenuhi segala
kebutuhan hidupnya dalam dimensi arus produksi, distribusi dan konsumsi. Selain
itu dikaji pula bagaimana manusia membentuk seperangkat peraturan sosial dalam
menjaga pola interaksi sosial antar manusia dan bagaimana cara manusia
memperoleh dan mempertahankan suatu kekuasaan. Pada intinya, fokus kajian IPS
adalah berbagai aktivitas manusia dalam berbagai dimensi kehidupan sosial
sesuai dengan karakteristik manusia sebagai makhluk sosial. (Sapriya,
2006).
Terdapat perbedaan yang esensial antara IPS sebagai
ilmu-ilmu sosial (social sciences) dengan pendidikan IPS sebagai social
studies. Jika IPS lebih dipusatkan pada pengkajian ilmu murni dari berbagai
bidang yang termasuk dalam ilmu-ilmu sosial (social sciences) atau dalam kata
lain IPS adalah sebagai wujudnya. Setiap disiplin ilmu yang tergabung dalam
ilmu-ilmu sosial berusaha untuk mengembangkan kajiannya sesuai dengan alur
keilmuannya dan menumbuhkan “body of knowledge”.
ujuan pendidikan IPS dikembangkan atas dasar
pemikiran bahwa pendidikan IPS merupakan suatu disiplin ilmu. Oleh karena itu
pendidikan IPS harus mengacu pada tujuan Pendidikan Nasional. Dengan demikian
tujuan pendidikan IPS adalah mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menguasai
disiplin ilmu-ilmu sosial untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih tinggi.
Ada tiga aspek yang harus dituju dalam
pengembangan pendidikan IPS, yaitu aspek intelektual, kehidupan sosial, dan
kehidupan individual. Pengembangan kemampuan intelektual lebih didasarkan pada
pengembangan disiplin ilmu itu sendiri serta pengembangan akademik dan thinking
skill. Tujuan intelektual berupaya untuk mengembangkan kemampuan siswa
dalam memahami disiplin ilmu sosial., kemampuan berpikir, kemampuan prosesual
dalam mencari informasi dan mengkomunikasikan hasil temuan. Pengembangan
kehidupan sosial berkaitan dengan pengembangan kemampuan dan tanggung jawab
siswa sebagai anggota masyarakat. Tujuan ini mengembangkan kemampuan sepeti
berkomunikasi, rasa tanggung jawab sebagai warga negara dan warga dunia,
kemampuan berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan bangsa.
Termasuk dalam tujuan ini adalah pengembangan pemahaman dan sikap positif siswa
terhadap nilai, norma dan moral yang berlaku dalam masyarakat. (Sundawa, 2006).
Fokus utama dari program IPS adalah membentuk
iindividu-individu yang memahami kehidupan sosialnya-dunia manusia, aktivitas
dan interaksinya yang ditujukan untuk menghasilkan anggota masyarakat yang
bebas, yang mempunyai rasa tanggung jawab untuk melestarikan, malanjutkan
dan memperluas nilai-nilai dan ide-ide masyarakat bagi generasi masa depan.
Ada 3 kajian utama berkenaan dengan dimensi
tujuan pembelajaran IPS di SD, yaitu:
1.
Pengembangan Kemampuan Berpikir Siswa
Pengembangan kemampuan
intelektual adalah pengembangan kemampuan siswa dalam berpikir tentang
ilmu-ilmu sosial dan masalah-masalah kemasyarakatan. Udin S. Winataputra (1996)
mengemukakan bahwa dimensi intelektual merujuk pada ranah kognitif terutama
yang berkenaan dengan proses berpikir atau pembelajaran yang menyangkut proses
kognitif bertaraf tinggi dari mulai kemampuan pemahaman sampai evaluasi. S.
Hamid Hasan (1998) menambahkan bahwa pada proses berpikir mencakup pula
kemampuan dalam mencari informasi, mengolah informasi dan mengkomunikasikan
temuan.
2.
Pengembangan Nilai dan Etika Sosial
S. Hamid Hasan
(1996) mengartikan nilai sebagai sesuatu yang menjadi kriteria suatu tindakan,
pendapat atau hasil kerja itu bagus/ positif atau tidak bagus/ negatif. Franz
Von Magnis (1985) menyatakan bahwa etika adalah penyelidikan filsafat tentang
bidang moral, ialah bidang yang mengenai kewajiban-kewajiban manusia serta
tentang yang baik dan yang buruk.
3.
Pengembangan Tanggung Jawab dan Partisipasi
Sosial
Dimensi yang
ketiga dalam pembelajaran IPS adalah mengembangkan tanggung jawab dan
partisipasi sosial yakni yang mengembangkan tujuan IPS dalam membentuk warga
negara yang baik, ialah warga negara yang berpartisipasi aktif dalam kehidupan
bermasyarakat.
Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) di SD harus memperhatikan kebutuhan anak yang berusia
antara 6-12 tahun. Anak dalam kelompok usia 7-11 tahun menurut Piaget (1963)
berada dalam perkembangan kemampuan intelektual/kognitifnya pada tingkatan
kongkrit operasional. Mereka memandang dunia dalam keseluruhan yang utuh, dan
menganggap tahun yang akan datang sebagai waktu yang masih jauh. Yang mereka
pedulikan adalah sekarang (kongkrit), dan bukan masa depan yang belum bisa
mereka pahami (abstrak). Padahal bahan materi IPS penuh dengan pesan-pesan yang
bersifat abstrak. Konsep-konsep seperti waktu, perubahan, kesinambungan
(continuity), arah mata angin, lingkungan, ritual, akulturasi, kekuasaan,
demokrasi, nilai, peranan, permintaan, atau kelangkaan adalah konsep-konsep
abstrak yang dalam program studi IPS harus dibelajarkan kepada siswa SD.
Berbagai cara
dan teknik pembelajaran dikaji untuk memungkinkan konsep-konsep abstrak itu
dipahami anak. Bruner (1978) memberikan pemecahan berbentuk jembatan bailey
untuk mengkongkritkan yang abstrak itu dengan enactive, iconic, dan symbolic
melalui percontohan dengan gerak tubuh, gambar, bagan, peta, grafik, lambang,
keterangan lanjut, atau elaborasi dalam kata-kata yang dapat dipahami siswa.
Itulah sebabnya IPS SD bergerak dari yang kongkrit ke yang abstrak dengan
mengikuti pola pendekatan lingkungan yang semakin meluas (expanding
environment approach) dan pendekata spiral dengan memulai dari yang mudah
kepada yang sukar, dari yang sempit menjadi lebih luas, dari yang dekat ke yang
jauh, dan seterusnya : dunia-negara
tetangga-negara-propinsi-kota/kabupaten-kecamatan-kelurahan/desa, RT/RW,
tetangga-keluarga.
Pendidikan IPS
SD disajikan dalam bentuk synthetic science, karena basis dari disiplin
ini terletak pada fenomena yang telah diobservasi di dunia nyata. Konsep,
generalisasi, dan temuan-temuan penelitian dari synthetic science
ditentukan setelah fakta terjadi atau diobservasi, dan tidak sebelumnya,
walaupun diungkapkan secara filosofis. Para peneliti menggunakan logika,
analisis, dan keterampilan (skills) lainnya untuk melakukan inkuiri
terhadap fenomena secara sistematik.Agar diterima,hasil temuan dan prosedur
inkuiri harus diakui secara publik. (Supriatna, 2007).
Suatu tujuan
dalam pengajaran adalah deskripsi tentang penampilan perilaku (performance)
murid-murid yang kita harapkan setelah mereka mempelajari bahan pelajaran yang
kita ajarkan. Suatu tujuan pengajaran menyatakan suatu hasil yang kita harapkan
dari pengajaran itu dan bukan sekedar proses dari pengajaran itu sendiri.
Seperti dikatakan
Mager (1975:5), sedikitnya ada tiga alasan pokok mengapa guru harus
memperhatikan / merumuskan tujuan pengajarannya:
Pertama, jika guru tidak
merumuskan tujuan atau menentukan tujuan pengajaran tetapi kurang jelas, maka
ia tidak akan dapat memilih atau merancang bahan pengajaran, isi, ataupun
metode yang tepat untuk dipergunakan dalam pengajaran itu. Dari pengamatan dan
pengalaman kita mengetahui, karena tidak pernah merumuskan tujuan pengajaran
guru-guru pada umumnya cenderung hanya menggunakan satu metode yang dianggap
paling mudah yakni metode ceramah. Apapun bahan pengajaran yang diberikan, baik
bahan pengajaran yang berisi aspek pengetahuan (cognitif domain)
maupun yang lebih mengutamakan aspek keterampilan (psychomotor domain)
atau aspek sikap (affective domain), semuanya diberikan dengan metode
yang sama. Dengan demikian, tujuan-tujuan yang sebenarnya diharapkan kurikulum
sering tidak tercapai.
Kedua, tidak adanya
rumusan tujuan pengajaran yang jelas bagi guru sehingga sukar mengukur atau
menilai sampai sejauh mana keberhasilan pengajaran itu. Rumusan tujuan yang
jelas dan menggambarkan suatu performance yang diharapkan dikuasai oleh
murid setelah mempelajari bahan pelajaran tertentu. Makin jelas rumusan tujuan,
makin mudah bagi guru memilih instrumen penilaian mana yang tepat dipergunakan
untuk mengukur atau menilai keberhasilan tujuan yang telah dirumuskan itu.
Sebaliknya tanpa tujuan yang jelas, guru akan menggunakan instrumen penilaian
dengan sembarangan saja, sehingga hasilnya pun tidak relevan, tidak fair, dan
tidak inovatif.
Ketiga, tanpa
adanya rumusan tujuan yang jelas, sukar bagi guru untuk mengorganisasikan
kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha siswa pencapaian tujuan pengajaran itu.
Seperti telah dikatakan di atas, dengan adanya tujuan yang jelas memungkinkan
guru memilih metode mana yang sesuai dirumuskan. Bagi guru, setiap pemilihan
metode berarti menentukan jenis proses belajar-mengajar mana yang dianggap
lebih efektif untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
Di samping
ketiga alasan yang telah dikemukakan di atas, ada satu hal lagi yang penting
dan perlu dikemukakan di sini. Yakni dengan tidak adanya rumusan tujuan
pengajaran yang jelas, sukar bagi guru untuk mengadakan balikan (feedback)
terhadap proses belajar-mengajar yang telah dilaksanakan. Sebenarnya hal itu
sangat erat hubunganya dengan apa yang telah dikemukakan pada alasan kedua.
Dengan melihat hasil evaluasi yang diperoleh setelah mengalami proses belajar
tertentu, seyogianya guru dapat melihat kembali apakah program pengajaran yang
telah disusunnya itu baik. Jika belum, di mana letak kekurangan dan
kesalahannya, apakah pada pemilihan bahan pengajaran yang terlalu sukar atau
terlalu mudah, pada pemilihan dan penggunaan alat bantu mengajar yang kurang
sesuai, ataukah pada pemilihan metode mengajar yang kurang tepat? Semua ini
tidak mungkin dilaksanakan jika tujuan pengajaran itu sendiri tidak dirumuskan
dengan jelas. (Purwanto, 2006).
Hakekat belajar
menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktifitas belajar yang berkaitan
dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan proses internal.
Kegiatan pembelajaran yang berpijak pada teori belajar kognitif ini sudah
banyak digunakan. Dalam merumuskan teori pembelajaran, tidak lagi mekanistik
sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan behavioristik. Kebebasan dan
keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar
belajar lebih bermakna bagi siswa. Sedangkan kegiatan pembelajarannya mengikuti
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1)
Siswa bukan sebagai orang dewasa yang muda
dalam proses berpikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif melalui
tahap-tahap tertentu.
2)
Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar
akan dapat belajar dengan baik, terutama jika menggunakan benda-benda kongkrit.
3)
Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar
amat dipentingkan, karena hanya dengan mengaktifkan siswa maka proses asimilasi
dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
4)
Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi
belajar perlu mengkaitkan pengalaman atau informasi baru dengan struktur
kognitif yang telah dimiliki si belajar.
5)
Pengalaman dan retensi akan meningkat jika
materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari
sederhana ke kompleks.
6)
Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada
belajar menghafal. Agar bermakna, informasi baru harus disesuaikan dan
dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Tugas guru adalah
menunjukkan hubungan antara apa yang sedang dipelajari dengan apa yang telah
diketahui siswa.
7)
Adanya perbedaan individual pada diri siswa
perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar
siswa. Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi, persepsi, kemampuan berpikir,
pengetahuan awal dan sebagainya. (Budiningsih, 2005).
eberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas
dari cara pendidik mengajar dan peserta didik belajar, sebab baik tidaknya
hasil proses pembelajaran dapat dilihat dan dirasakan oleh pendidik dan peserta
didik sendiri. Proses belajar mengajar yang dikatakan berhasil apabila ada
perubahan pada diri peserta didik. Perubahan perilaku ini menyangkut
pengetahuan, sikap dan keterampilan. Juga didalam proses pembelajaran peserta
didik harus menunjukan kegairahan belajar yang tinggi, semangat kerja yang
besar dan percaya pada diri sendiri. Untuk memperoleh hasil seperti yang telah
dikemukakan diatas, salah satu caranya adalah meningkatkan kualitas belajar.
Untuk kegiatan
proses pembelajaran yang efektif dan memperoleh hasil yang memuaskan, pendidik
dan peserta didik perlu menggunakan cara-cara belajar yang efektif pula.
Sebenarnya banyak cara yang dapat ditempuh untuk memperoleh keefektifan dalam
proses pembelajaran, yaitu mulai dari memberikan informasi dan penjelasan, memberikan
tugas, praktek di laboratorium sampai dengan praktek di lapangan. Namun apakah
semua kegiatan itu efektif dilaksanakan oleh peserta didik dan memperoleh hasil
yang memuaskan tanpa mengetahui pembelajaran yang baik. (Rukmana, 2006)
Untuk memahami
konsep belajar secara utuh perlu digali lebih dulu bagaimana para pakar
psikologi dan pakar pendidikan mengartikan konsep belajar. Pandangan kedua
kelompok pakar tersebut sangat penting karena perilaku belajar merupakan
ontologi atau bidang telah dari kedua bidang keilmuan itu. Pakar psikologi
melihat perilaku belajar sebagai proses psikologis individu dalam
interaksinya dengan lingkungan secara alami, sedangkan pakar pendidikan
melihat perilaku belajar sebagai proses psikologis-pedagogis yang ditandai
dengan adanya interaksi individu dengan lingkungan belajar yang sengaja
diciptakan.
Pengertian
belajar yang cukup komprehensif diberikan oleh Bell Gledler (1986;1) yang
menyatakan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk
mendapatkan aneka ragam competencies, skill, dan attitudes. Kemampuan
(competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitudes)
tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi
sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Rangkaian
proses belajar itu dilakukan dalam bentuk keterlibatannya dalam pendidikan
informal, keturutsertaannya dalam pendidikan formal dan/atau pendidikan
nonformal. Kemampuan belajar inilah yang membedakan manusia dari makhluk
lainnya.
Belajar sebagai
proses manusiawi memiliki kedudukan dan peran penting, baik dalam kehidupan
masyarakat tradisional maupun modern. Pentingnya proses belajar dapat dipahami
dari traditional/local wisdom, filsafat, temuan penelitian dan teori
tentang belajar. Traditional/local wisdom adalah ungkapan verbal dalam
bentuk frasa, peribahasa, adagium, maksim, kata mutiara, petatah-petitih atau
puisi yang mengandung makna eksplisit atau tentang pentingnya belajar dalam
kehidupan manusia. Sebagai contoh : Iqra bismirobbika ladzi kholaq
(Bacalah alam semesta ini dengan nama Tuhanmu); Belajarlah sampai ke negeri
China sekalipun (Belajarlah tentang apa saja, dari siapa saja dan dimana
saja); Bend the willow when it is young (Didiklah anak selagi masih
muda); Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian (Belajar lebih
dahulu nanti akan dapat menikmati hasilnya).
Dalam pandangan
yang lebih komprehensif konsep belajar dapat digali dari berbagai sumber
seperti filsafat, penelitian empiris, dan teori. Para ahli filsafat telah
mengembangkan konsep belajar secara sistematis atas dasar pertimbangan nalar
dan logis tentang realita kebenaran, kebajikan dan keindahan. Plato, dalam
Bell-Gredler (1986: 14-16) melihat pengetahuan sebagai sesuatu yang ada dalam
diri manusia dan dibawa lahir. Sementara itu Aristoteles melihat pengetahuan
sebagai sesuatu yang ada dalam dunia fisik bukan dalam pikiran. Kedua
kutub pandangan filosofis tersebut berimplikasi pada pandangan tentang belajar.
Bagi penganut filsafat idealisme hakikat realita terdapat dalam pikiran, sumber
pengetahuan adalah ide dalam diri manusia, dan proses belajar adalah
pengembangan ide yang telah ada dalam pikiran. Sedang penganut realisme,
realita terdapat dalam dunia fisik, sumber pengetahuan adalah pengetahuan
sensori, dan belajar merupakan kontak atau interaksi individu dengan lingkungan
fisik. (Winataputra U. S., 2008)
Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu
proses komunikasi transaksional yang bersifat timbal balik, baik antara guru
dengan siswa, maupun antara siswa dengan siswa, untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Komunikasi transaksional adalah bantuk komunikasi yang dapat
diterima, dipahami, dan disepakati oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses
pembelajaran.
Guru menempati posisi kunci dan strategis dalam
menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan untuk mengarahkan
siswa agar dapat mencapai tujuan secara optimal. Untuk itu guru harus mampu
menempatkan dirinya sebagai diseminator, informator, transmitter,
transformator, organizer, fasilitator, motivator dan evaluator bagi terciptanya
proses pembelajaran siswa yang dinamis dan inovatif.
Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses
sebab akibat. Guru sebagai pengajar merupakan penyebab utama terjadinya proses
pembelajaran siswa, meskipun tidak semua perbuatan belajar siswa merupakan
akibat guru yang mengajar. Oleh sebab itu guru sebagai figur sentral, harus
mampu menetapkan strategi pembelajaran yang tepat sehingga dapat mendorong
terjadinya perbuatan belajar siswa yang aktif, produktif, dan efisien.
Siswa sebagai peserta didik merupakan subjek
utama dalam proses pembelajaran. Keberhasilan pencapaian tujuan banyak
tergantung kepada kesiapan dan cara belajar yang dilakukan siswa. Cara belajar
ini dapat dilakukan dalam bentuk kelompok (klasikal) ataupun perorangan
(individual). Oleh karena itu, guru dalam mengajar harus memperhatikan
kesiapan, tingkat kematangan, dan cara belajar siswa.
Tujuan pembelajaran merupakan rumusan perilaku
yang telah ditetapkan sebelumnya agar tampak pada diri siswa sebagai akibat
dari perbuatan belajar yang telah dilakukan. Menurut Bloom, dkk; tujuan
pembelajaran dapat dipilah menjadi tujuan yang bersifat kognitif (pengetahuan),
afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan). Derajat pencapaian tujuan
pembelajaran ini merupakan indikator kualitas pencapaian tujuan dan hasil
perbuatan belajar siswa. (Hernawan, 2008)
Dalam konteks pencapaian tujuan pendidikan
nasional konsep belajar harus diletakkan secara substantif-psikologis terkait
pada seluruh esensi tujuan pendidikan nasional mulai dari iman dan takwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, akhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Oleh karena itu,
konsep belajar dalam konteks tujuan pendidikan nasional harus dimaknai sebagai
belajar untuk menjadi orang yang : beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Karena pendidikan memiliki
misi psiko pedagogic dan sosio pedagogic maka pengembangan pengetahuan,
nilai-nilai dan sikap, serta keterampilan mengenai keberagaman dalam konteks
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; keberagaman dalam konteks
berakhlak mulia; ketahanan jasmani dan rohani dalam konteks sehat; kebenaran
dan kejujuran akademis dalam konteks berilmu melekat; terampil dan cermat dalam
konteks cakap; kebaruan (novelty) dalam konteks kreatif, ketekunan dan
percaya diri dalam konteks mandiri; dan kebangsaan, demokrasi dan patriotisme
dalam konteks warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab seyogianya
dilakukan dalam rangka pengembangan kemampuan belajar peserta didik.
Belajar sering juga diartikan sebagai
penambahan, perluasan, dan pendalaman pengetahuan, nilai dan sikap, serta
keterampilan. Secara konseptual Fontana (1981), mengartikan belajar adalah
suatu proses perubahan yang relatif tetap dalam perilaku individu sebagai hasil
dari pengalaman. (Winataputra U. S., 2008)
1.
Media
Sebagai Sumber Pembelajaran
Pada dasarnya
siswa memiliki minat (sense of interest) dan dorongan ingin melihat
kenyataan (sense of reality). Mengingat materi pembelajaran IPS lebih
banyak memuat informasi maka upaya mengembangkan kedua potensi siswa
tersebut, guru dituntut memiliki kreativitas dalam mengaktualisasikan
kompetensinya terutama untuk mengidentifikasi, menyeleksi dan menentukan sumber
pembelajaran yang menunjang kegiatan belajar mengajar.
Media sebagai
sumber pembelajaran erat kaitannya dengan peran guru sebagai mediator dan
fasilitator. Sebagai mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan
pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena media pendidikan merupakan
alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Dengan
demikian media pendidikan merupakan dasar yang sangat diperlukan yang bersifat
melengkapi dan merupakan bagian integral dalam proses belajar mengajar guna
mencapai tujuan pembelajaran. Guru tidak cukup hanya memiliki pengetahuan
tentang media, tetapi juga harus memiliki keterampilan memilih dan menggunakan
serta mengusahakan media dengan baik. Memilih dan menggunakan media harus
sesuai dengan tujuan, materi, metode, evaluasi dan yang lebih utama dapat
memperlancar pencapaian tujuan serta menarik minat siswa. Sebagai mediator,
guru pun menjadi perantara siswa dengan siswa, dan siswa dengan lingkungan
sehingga guru pun dituntut untuk memiliki keterampilan tentang komunikasi dan
berinteraksi. Sehingga siswa dikembangkan kemampuannya dalam berinteraksi
dengan lingkungannya.
2.
Kelas Sebagai Sumber Belajar
Pada dasarnya
pengelolaan kelas merupakan suatu rentetan kegiatan guru untuk menumbuhkan dan
mempertahankan suasana kelas yang efektif bagi terselenggaranya kegiatan
belajar mengajar, yang keberhasilannya akan bergantung kepada : tujuan
pembelajaran, penggunaan waktu, pengaturan ruang dan sarana belajar serta
pengaturan kegiatan belajar siswa.
Dalam hal ini,
guru berperan sebagai pengelola kelas (learning manager) hendaknya
memiliki kemampuan untuk mengelola kelas sebagai lingkungan belajar yang
menyenangkan bagi siswa. Kelas sebagai sumber pembelajaran tidak terbatas pada
pemeliharaan dan penciptaan suasana belajar yang efektif, melainkan juga dapat
dijadikan sebagai tempat pameran hasil karya siswa. Kelas yang memiliki pajangan
atau pameran hasil karya siswa dapat menjadi tempat yang menarik dan dapat
memotivasi siswa untuk belajar. Melihat adalah bagian dari kegiatan belajar.
Para siswa belajar melalui kegiatan mendengar, melihat, meraba, mencium dan
berbuat. Hasil karya siswa yang baik akan mendorong para siswa untuk
menggunakan panca indera penglihatannya untuk belajar dengan membaca dan
memanfaatkan hasil karya siswa tersebut.
3.
Lingkungan Sebagai Sumber Belajar
Lingkungan
sebagai sumber pembelajaran menuntut kreativitas guru untuk memanfaatkannya dan
mengeliminasi kebiasaan mengajar yang rutinitas dan monoton. Terdapat empat
jenis sumber pembelajaran yang dapat dimanfaatkan dari lingkungan, yaitu:
masyarakat, lingkungan fisik, bahan sisa atau limbah dan peristiwa alam dan sosial.
Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber pembelajaran mendorong siswa untuk
berpikir logis, sisitematis dan logis, karena dari lingkungan muncul berbagai
fenomena yang menarik dan menantang bagi siswa, oleh karena itu guru dituntut
memiliki keterampilan ke dalam kelas dan atau membawa siswa ke luar kelas.
(Winataputra U. S., 2008)
ntuk jenjang SD
/ MI, pengorganisasian materi mata pelajaran IPS menganut pendekatan terpadu (integreted),
artinya materi pelajaran dikembangkan dan disusun tidak mengacu pada disiplin
ilmu yang terpisah melainkan mengacu pada aspek kehidupan nyata (factual /
real) peserta didik sesuai dengan karakteristik usia, tingkat perkembangan
berpikir, dan kebiasaan bersikap dan berperilakunya. Dalam dokumen Permendiknas
(2006) dikemukakan bahwa IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan
generalisasinya yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD / MI mata
pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Dari
ketentuan ini maka secara konseptual, materi pelajaran IPS di SD belum mencakup
dan mengakomodasi seluruh disiplin ilmu sosial. Namun, ada ketentuan bahwa
melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga
negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang
cinta damai.
Arah mata
pelajaran IPS ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa di masa yang akan
datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan
masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu, mata
pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan
kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan
bermasyarakat yang dinamis.
Tujuan mata
pelajaran IPS ditetapkan sebagai berikut:
1.
Mengenal
konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.
2.
Memiliki
kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri,
memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
3.
Memiliki
komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
4.
Memiliki
kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetensi dalam masyarakat yang
majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
Untuk
mencapai tujuan di atas, maka standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk SD
/ MI dikembangkan sebagai berikut.
Tabel SK-KD
pelajaran IPS SD
Kelas
1, Semester 1
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi
Dasar
|
1.
Memahami
identitas diri dan keluarga, serta sikap saling menghormati dalam kemajemukan
keluarga.
|
1.1.Mengidentifikasi identitas diri, keluarga dan kerabat
1.2.Menceritakan pengalaman diri
1.3.Menceritakan kasih sayang antar anggota keluarga
1.4.Menunjukkan sikap hidup rukun dalam keluarga
|
Kelas
I, Semester 2
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi
Dasar
|
2.
Mendeskripsikan
lingkungan rumah
|
2.1.Menceritakan kembali peristiwa
penting yang dialami
2.2.Mendeskripsikan letak rumah
2.3.Menjelaskan lingkungan rumah sehat dan perilaku dalam menjaga
kebersihan rumah
|
Kelas II, Semsester 1
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi
Dasar
|
1.
Memahami
peristiwa penting dalam keluarga secara kronologis
|
1.1.Memelihara dokumen dan koleksi benda berharga miliknya
1.2.Memanfaatkan dokumen dan benda penting keluarga sebagai sumber
cerita
1.3.Menceritakan peristiwa penting dalam keluarga secara kronologis
|
Kelas II,
Semester 2
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi
Dasar
|
2.
Memahami
kedudukan dan peran anggota dalam keluarga dan lingkungan tetangga
|
2.1.Mendeskripsikan kedudukan dan peran anggota keluarga
2.2.Menceritakan pengalamannya dalam melaksanakan peran dalam anggota
keluarga
2.3.Memberi contoh bentuk-bentuk kerjasama di lingkungan tetangga
|
Kelas III,
Semester 1
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi
Dasar
|
1.
Memahami
lingkungan dan melaksanakan kerjasama di sekitar rumah dan sekolah
|
1.1.Menceritakan lingkungan alam dan buatan di sekitar rumah dan
sekolah
1.2.Memelihara lingkungan alam dan buatan di sekitar rumah
1.3.Membuat denah dan peta lingkungan rumah dan sekolah
1.4.Melakukan kerjasama di lingkungan rumah, sekolah, dan kelurahan /
desa
|
Kelas
III, Semester 2
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi
Dasar
|
2.
Memahami
jenis pekerjaan dan penggunaan uang
|
2.1.Mengenal jenis-jenis pekerjaan
2.2.Memahami pentingnya semangat kerja
2.3.Memahami kegiatan jual beli di lingkungan rumah dan sekolah
2.4.Mengenal sejarah uang
2.5.Mengenal penggunaan uang sesuai dengan kebutuhan
|
Kelas IV,
Semester 1
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi
Dasar
|
1.
Memahami
sejarah, kenampakan alam, dan keragaman suku bangsa di lingkungan suku bangsa
di lingkungan kabipaten / kota dan provinsi
|
1.1.Membaca peta lingkungan setempat (kabupaten / kota, provinsi)
dengan menggunakan skala sederhana
1.2.Mendeskripsikan kenampakan alam di lingkungan kabupaten / kota
dan provinsi serta hubungannya dengan keragaman sosial dan budaya
1.3.Menunjukkan jenis dan persebaran sumber daya alam serta
pemanfaatannya untuk kegiatan ekonomi di lingkungan setempat
1.4.Menghagai keragaman suku bangsa dan budaya setempat (kabupaten /
kota, provinsi)
1.5.Menghargai berbagai peninggalan sejarah di lingkungan setempat
(kabupaten / kota, provinsi)
1.6.Meneladani kepahlawanan dan patriotisme tokoh-tokoh di
lingkungannya
|
Kelas IV,
Semester 2
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi
Dasar
|
2.
Mengenal
sumber day alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan
kabupaten / kota, dan provinsi
|
2.1.Mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya alam
dan potensi lain di daerahnya
2.2.Mengenal pentingnya koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat
2.3.Mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan
transportasi serta pengalaman menggunakannya
2.4.Mengenal permasalahan sosial di daerahnya
|
Kelas V,
Semester 1
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi
Dasar
|
1.
Menghargai
berbagai peninggalan dan tokoh sejarah yang berskala nasional pada masa
Hindu-Budha dan Islam, keragaman kenampakkan alam dan suku bangsa, serta
kegiatan ekonomi di Indonesia
|
1.1.Mengenal makna peninggalan-peninggalan sejarah yang berskala nasional
dari masa Hindu-Budha dan Islam di Indonesia
1.2.Menceritakan tokoh-tokoh sejarah pada masa Hindu-Budha dan Islam
di Indonesia
1.3.Mengenal keragaman kenampakan alam dan buatan serta pembagian
wilayah waktu Indonesia degan menggunakan peta / atlas / globe dan media
lainnya
1.4.Menghargai keragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia
1.5.Mengenal jenis-jenis usaha dan kegiatan ekonomi di Indonesia
|
Kelas V,
Semester 2
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi
Dasar
|
2.
Menghargai
peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahankan
kemerdekaan Indonesia
|
2.1.Mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa
penjajahan Belanda dan Jepang
2.2.Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan
kemerdekaan Indonesia
2.3.Menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan
kemerdekaan
2.4.Menghargai perjuangan para tokoh dalam mempertahankan kemerdekaan
|
Kelas VI,
Semester 1
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi
Dasar
|
1.
Memahami
perkembangan wilayah Indonesia, kenampakan alam dan keadaan sosial
negara-negara di Asia Tenggara, serta benua-benua
|
1.1.Mendeskripsikan perkembangan sistem administrasi wilayah
Indonesia
1.2.Membandingkan kenampakan alam dan keadaan sosial negara-negara
tetangga
1.3.Mengidentifikasi benua-benua
|
Kelas VI,
Semester 2
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi
Dasar
|
2.
Memahami
gejala alam yang terjadi di Indonesia dan sekitarnya
|
2.1.Mendeskripsikan gejala (peristiwa) alam yang terjadi di Indonesia
dan negara tetangga
2.2.Mengenal cara-cara menghadapi bencana
|
3.
Memahami
peranan bangsa Indonesia di era global
|
3.1.Menjelaskan peranan Indonesia pada era global dan dampak positif
serta negatifnya terhadap kehidupan bangsa Indonesia
3.2.Mengenal manfaat ekspor dan impor di Indonesia sebagai kegiatan
ekonomi antar bangsa
|
Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan
materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk
penilaian. Dalam merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu
memperhatikan Standar Proses dan Standar Penilaian.
ecara sederhana
istilah pembelajaran (instruction) adalah upaya untuk membelajarkan
seseorang atau sekelompok orang melalui satu atau lebih strategi, metode, dan
pendekatan tertentu ke arah pencapaian tujuan pembelajaran yang telah
direncanakan. Pembelajaran merupakan suatu kegiatan terencana untuk
mengkondisikan seseorang atau sekelompok orang agar bisa belajar dengan baik.
Oleh sebab itu, unsur utama pembelajaran adalah siswa bukan guru. Pembelajaran
pada hakikatnya merupakan proses komunikasi transaksional yang bersifat timbal
balik, baik antara guru dengan siswa, maupun antara siswa dengan siswa, untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Belajar dan
mengajar merupakan dua konsep yang saling terkait dalam proses belajar mengajar
dan efektivitasnya dapat tercapai dengan memanfaatkan sumber pembelajaran.
Sumber pembelajaran IPS dapat menggunakan buku sumber (buku teks, majalah atau
koran dan media massa lainnya), media dan alat pengajaran, situasi dan kondisi
kelas serta lingkungan. Mengajar adalah segala upaya yang disengaja dalam
rangka memberi kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya proses belajar sesuai
dengan tujuan yang dirumuskan. Belajar adalah sebagai proses perubahan
perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan. Perubahan perilaku dalam
proses belajar adalah akibat dari interaksi dengan lingkungan.
Bagi guru IPS
buku sumber bukan satu-satunya sumber pembelajaran yang dapat digunakan, karena
buku sumber pada umumnya memuat informasi yang sudah lama.
Budiningsih, C.
(2005). BELAJAR DAN PEMBELAJARAN. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Hernawan, A. H.
(2008). PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN . Jakarta: Universitas
Terbuka.
Purwanto, M. N.
(2006). ILMU PENDIDIKAN TEORETIS DAN PRAKTIS. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Rukmana, A.
(2006). PENGELOLAAN KELAS. Bandung: UPI PRESS.
Sapriya.
(2006). KONSEP DASAR IPS. Bandung: UPI PRESS.
Sundawa, D.
(2006). PEMBELAJARAN DAN EVALUASI HASIL BELAJAR IPS. Bandung: UPI PRESS.
Supriatna, N.
(2007). PENDIDIKAN IPS DI SD. Bandung: UPI PRESS.
Wahyudin, H. D.
(2007). PENGANTAR PENDIDIKAN. Jakarta: Universitas Terbuka.
Winataputra, U.
S. (2008). MATERI DAN PEMBELAJARAN IPS DI SD. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Winataputra, U.
S. (2008). TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN. Jakarta: Universitas Terbuka